Mengapa daun berwarna hijau? Ohh ada klorofil. Apa itu klorofil? (agak berat menjawab). Kenapa ada klorofil? (entahlah). Kenapa daun ada yang berwarna merah? (Ahh!)
Jawaban menghindar jaman Now ya “coba tanya Google” π
Tentu, pakar Biologi (spesialis daun) bisa menjawab sampai tuntas dan akurat pertanyaan ini. Tapi ketika pertanyaan ini kepleset ke ranah lain, pakar Biologi ini bisa jadi ikutan pusing. Mengapa LED (Light Emiting Diode) bisa keluar warna hijau?
Pertanyaan kadang dilarang dan dianggap tidak sopan. Apalagi menyangkut Surga dan bidadarinya. Tuhan itu siapa? Terbuat dari apa? Apa itu Neraka? Seperti apa? Yang jaga siapa?
Para ahli agama tentu bisa menjawab tuntas pertanyaan ini sesuai yang diyakini. Tapi ketika tanya Google, maka jawaban bisa A,B,C, sampai Z. Terus yang benar mana? Sampai sini kebenaran dipilih sesuai selera masing-masing.
Membuat pertanyaan selalu ada itu kadang menakutkan. Apalagi pertanyaan sensitif dalam lingkungan otoriter.
Filter realita
Kalau saya menerima pertanyaan model kedua ini, maka biasanya saya balik bertanya: “Menurut siapa?” Manusia biasanya ingin mendengar jawaban sesuai inginnya sendiri. Jadi ada filter ketat mengenai jawaban yang macam-macam.
Filter ini terbentuk mulai lahir. Tradisi hidup di desa tiap hari kalau gak makan pecel, lodeh, ikan asin, lalapan, laron goreng. Maka jawaban model burger, hotdog, caviar, akan ragu dicerna oleh pikiran.
Kebenaran bisa jadi sangat bias karena lingkungan dan tradisi yang membentuk. Apalagi “pendidikan” mengajarkan kalau sayur asem pakai jagung itu yang terbaik. Lidahpun punya rasa kebenaran versinya sendiri.
Kepastian
Mengapa seperti itu? Manusia itu butuh kepastian. Ini sandaran hidup yang tanpanya, manusia jatuh tersungkur. Keraguan sebisa mungkin dihindari atau dihilangkan.
Masak pacaran lama ditanya kapan mau dikawin jawabannya entahlah.. Bisa-bisa bubar jalan hubungan itu. Beri kepastian maka hati dan pikiran akan lega.
Model kerja manajemen modern semua berdasarkan kepastian. Masuk jam 8 pulang jam 4. Gajian tanggal 32 π. Yach itu buat pikiran tenang, bentar lagi sudah jam pulang. Besok tanggal 32 gajian.
Ramuan Ajaib
Ketika hidup manusia teratur dan penuh kepastian (disiplin ala legiun XX tentara Roma), maka Asterisk sama Obelix cuma butuh ramuan ajaib seteguk buat bikin kacau pasukan Julius Caesar itu.
Kalau mau jujur, banyak hal yang kita gak tahu. Kalaupun obok-obok di Google, tanya sana-sini sama pakar, tetap kita merasa gak tahu dan tetap ragu. Mau pilih Alita yang sexy tapi panuan, apa Angela yang jelek tapi kaya. Kalaupun kita tahu soal realita, ada banyak kontradiksi.
Pertanyaan menemukan kontradiksi pas jalan kaki. Ada konsekuensi pilihan yang diambil. Menjawab pertanyaan sudah susah, apalagi disertai kontradiksi. Hidup kita yang disiplin kebingungan ala legiun XX saat ketemu Asteriks sama Obelix. Pikiran jadi kacau penuh keraguan dihajar 2 rakyat jelata plus ramuan ajaib π.
Ceritanya, kepastian dicari dengan harga berapapun. Tidak boleh ada keraguan. Disinilah dogma atau kebenaran Absolut hadir sebagai penyelamat. Banyak soal keraguan terjawab. Panuan adalah tanda sejahtera nurut dogma pemuja kulit panuan. Maka Alita yang panuan adalah pilihan terbaik. Keraguan dan kontradiksi ini hilang berkat dogma.
Ada yang salah sama dogma?
Dogma punya pasukan elit buat mematikan pertanyaan. Karena dogma dibuat dengan asumsi tanpa pertanyaan. Kalau bisa buang ke kandang singa saja yang berani bertanya. Cara mencapai ini tidak lain dengan mensakralkan dogma soal kulit panuan itu. Disertai kutukan bagi penentang dogma itu.
Jika tidak hati-hati, dogma membuat manusia jadi main aman di zonanya. Petualangan keluar dari diri sendiri, mencari wawasan baru jadi mandeg. Ada bahaya keraguan yang muncul jika keluar dari zona aman. Keraguan itu tidak nyaman.
Belum lagi sanksi sosial jika melanggar zona ini. Yach memang manusia disiplin lebih baik taat aturan. Meski aturan ini konyol dan bertentangan satu sama lain.
Dogma tidak selalu jelek. Bisa jadi dogma ini dari pemikiran serius ratusan tahun menghadapi masalah yang timbul. Hasil olah pikir dan renungan bijak menghadapi ketidakpastian. Bisa jadi dari proses pembuatan dogma itu, para wanita dengan kulit panuan hidup sejahtera dibanding yang punya kulit mulus.
Masa lalu yang Indah
Cara paling pas menurut saya menghadapi aturan dan dogma adalah melihat sejarah bagaimana dogma itu dibuat.
Pertanyaan: Mengapa ada dogma itu? Apa penyebabnya? Siapa yang buat? Yang buat suka makan Soto atau burger ayam? Apa motifnya? Siapa pacar yang buat? Dalam kondisi apa dogma itu lahir? Yang buat suka musik rock apa gamelan?
Manusia tidak lepas dari motif dan hobby. Dogma yang dibuat oleh yang hobby kuliner beda sama yang dibuat oleh ahli diet. βMereka yang vegetarian beda sama yang suka daging sapi Kobe jika buat aturan soal makanan.
Pertanyaan sederhana di atas berguna buat tambah wawasan. Paling gak buat sedikit arif dan sabar. Kita tidak mudah menghakimi jika ada seorang yang suka makan daging mentah seperti irisan ikan salmon misalnya.
Mereka yang suka menghakimi biasanya punya wawasan yang kurang. Atau punya motif tertentu meskipun paham soal ini.
Cinta dan Suara Hati
Hati itu punya jawaban yang tak dimiliki pikiran. Itu kata Einstein.
Jika cinta adalah jawaban, maka semestinya hati punya jawaban yang lebih akurat dari pikiran?
Tapi, cinta ternyata melangkah lebih jauh. Tidak sebatas memberikan jawaban teoritis tapi aksi nyata. Tindakan atas nama cinta itu sering meluluh-lantakkan aturan dan tradisi apapun. Menantang kutukan dogma bahkan neraka sekalipun.
Karena cinta, tembok Berlin diseberangi dengan resiko mati. Aturan tembak ditempat tidak mempan. Mungkin perlu di nuklir saja sekalian biar kapok (itu dulu, sekarang sih tinggal panggil taxi).
Selain nalar sehat, manusia punya suara hati. Hati punya Nurani yang cantik ini perlu dikalibrasi setiap waktu.
Suara Hati ini bisa salah jalan karena Nurani lebih memilih nonton drakor daripada menjawab pertanyaan. Atau mata nurani tertutup keramaian pasar malam. Suara hati sering muncul tapi diabaikan karena sibuk mainan HP.
Bisa juga Nurani punya dendam plus kebencian yang dipelihara hingga hati tak punya tempat untuk cinta. Serakah dan ego juga penyebab hati punya jawaban dan aksi yang tumpul. Jadi?
Tulisan ini bisa panjang lebar, tapi lebih baik diakhiri π
Kesimpulan
Pertanyaan-Pertanyaan itu wajib dipelihara dan disayangi. Meski tidak selalu bisa menepis keraguan, tapi harkat manusia untuk eksplorasi tidak mandul.
Dasar pengetahuan dimulai dari pertanyaan. Jika kita berhenti bertanya, maka perkembangan intelektual juga berhenti. Selain kepastian absolut yang kita punyai, Pertanyaan-pertanyaan itu buat jalan hidup jadi sehat.
Pertanyaan sering dituduh tidak sopan dan pantas. Dalam konteks berpikir, tidak ada yang salah soal pertanyaan ini. Hanya bijak saja jika pertanyaan Anda muncul di ranah publik.
Atau, jika ingin aman, kubur saja pertanyaan yang muncul dan keraguan dalam-dalam. Tiap orang punya pilihan bebas.
Seringkali, hati punya Nurani lebih mudah mengolah kontradiksi pertanyaan dibanding pikiran. Hati punya jawaban plus panduan akurat soal yang tidak bisa dipecahkan oleh pikiran. Hanya saja ini terjadi jika ada cinta.