Hidup itu Murah, yang Mahal Gengsi

Siapa sih yang gak pingin dipandang sukses? Apalagi saat pulang kampung. Ini waktunya unjuk gigi hehehe. Paling gak, kesan pertama sudah dapat. Iya, paling gampang ya dari tampilan. Pulang kampung pakai bebek penyet beda gengsi lah sama mobil terasi.

Belum pakaian sama asesoris. Lebih mantul pakai 1 set lengkap dari atas sampai bawah punya ges made in Pasar Turi. Atau pakai baju kolor anti UV (Ultra Violet) yang bikin tetangga kampung bingung. Kalau simbol hati yang baru dari tampilan gak bisa bikin iri tetangga ya sama aja bohong.

Memang, ekonomi global saat ini berbasis gengsi. Para atlit dunia, orang sukses, aktris, semua pakai barang branded. Lha perusahan mana yang mau buat iklan “Just do it” pakai model Gary Kasparov?

Kalau gak pakai brand ini atau itu ya bukan siapa-siapa. Tahu Trump khan?Gosokkan toilet kepala Trump aja laris manis. Coba pakai model kepala siapa gitu, mana ada yang beli?

Memang susah ketemu anak jaman now pakai sepatu gak jelas mereknya. Sepatu bajakan laris manis demi gengsi. Terpaksa gengsi karena biaya gak ada. Iya daripada pakai sepatu gak jelas. Ukuran keberhasilan (seperti kata iklan) tergantung dari sepatu, jam, dokar, sama upeti yang dibawa.

Bagi sebagian, ini jadi halangan buat pulang kampung. Gaji sama THR sudah ludes buat bayar utang. Ini Tinggal receh saja buat hidup. Lha apa ya tega jika ketemu ponakan kasih receh? Pulang malu, gak pulang rindu.

Hidup itu murah. Bertemu orang yang dicintai gak pakai mahal amat. Waktu pertemuan itu sendiri sudah mahal. Jika ditambah gengsi, maka harga ini jadi berat.

Memang realitas itu penuh gengsi. Ngajak ponakan makan di resto gak dikenal ya bikin suasana gak meriah. Konsep kenikmatan ya berbasis gengsi. Jauh lebih bangga selfie di resto Mall daripada warung tempe penyet. Konsep murah-meriah ala renjinang dan peyek itu hanya untuk rakyat jelata yang masih berjuang untuk sukses.

Padahal keberhasilan itu banyak macam. Kadang gak berhubungan sama materi dan kasat mata. Memaafkan tetangga yang curi mangga itu juga prestasi. Menghilangkan kebiasaan buruk ngupil di depan publik ya prestasi. Dulu sehari bisa keluar 10 pincuk, sekarang cuma 1 atau 2 pincuk ini ya prestasi. Dulu selalu ingkar janji nraktir teman, sekarang jarang meleset. Dulu buang sampah sembarangan sekarang sudah cari tempat sampah. Lulus kuliah dapat gelar ya prestasi.

Hati manusia itu susah liat. Butuh waktu dan interaksi lama. Karakter juga. Kenapa ini dibuat bagus jika orang susah liat? Beda sama pakaian. Langsung terlihat jelek atau bagus.

Tidak masalah sih kalau sukses itu diukur dari materi. Dulu naik sepeda, sekarang jalan kaki (sepedanya dicuri). Punya pacar 1 jadi 3 (pertambahan jumlah manusia). Dulu kost pakai kipas sekarang pakai AC (nilai upgrade dari kipas ke AC).

Kalau gak hati-hati, kepekaan sosial bisa tumpul jika tertutup gengsi. Jadi sombong lagi. Lebih baik berkunjung ke teman yang makmur daripada ke teman yang hidup sehari-hari tidak punya gengsi.

Hidup itu semestinya murah. Cuma untuk jadi kenyataan memang berat. Gengsi jauh lebih menarik daripada biasa-biasa saja. Cuma ada satu jalan untuk mengalahkan gengsi : Cuek aja!

Anda tidak perlu cuek jika bersedia bayar mahal buat gengsi. Mungkin bisa sewa Ferrari atau helikopter sekalian buat pulang kampung, sewa pacar yang cantik (jika itu masalahnya), siapkan banyak amplop isi $100 (100rb sudah pasaran), sama segebok voucher belanja 1jt an.

Contoh yang ekstrim. Tapi cuek butuh tindakan yang ekstrim untuk tidak peduli apa penilaian orang. Selama nilai itu tersier, cuek aja!

Ingat ya, selama gengsi tidak jadi beban, nikmati saja. Selama kartu kredit Anda sehat, tabungan Anda aman, janji bayar utang Anda tepat waktu, nikmati saja gengsi itu.

Kesimpulan

Hidup itu semestinya murah, yang mahal gengsi. Boleh menjaga gengsi selama Anda punya biaya untuk itu. Jika tidak, cuek adalah pilihan terbaik.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s