Setahun ini eksperimen dengan macam-macam tembakau yang ada dipasaran. Mulai dari tembakau Mojo, Sedenk, Besuki, Pasirian, Tambeng, Gayo Aceh, Podey Madura, Dharmawangi, dan lain sebagainya. Semua tembakau lokal asal Nusantara.

Prinsipnya mencari tembakau original. Tanpa campuran “saos” apapun. Beda filosofi dengan rokok pabrikan yang kuncinya ada di “saos” agar nikmat. Yach mencampur sendiri dengan yang alami jauh lebih baik tanpa bahan kimia aneh-aneh.
Berbagai karakter rasa dari tembakau perlu dieksplorasi. Tembakau jenis sama tapi lain masa penyimpanan punya rasa beda. Termasuk posisi dimana tembakau tersebut ditanam, bentuk rajangan, dan kualitas yang ditawarkan.
Masalah rasa adalah subyektif, tiap orang bisa beda. Soal ini semacam pencarian yang kadang banyak gagalnya dalam kasus saya, mirip pencarian jati diri hehehe. Campuran tembakau tidak pas. Cara yang salah dalam menikmati : papir ketipisan/ketebalan, kelembaban tidak cocok (dan banyak faktor lain). Tidak apa, namanya belajar.
Dari sisi ekonomi, TingWe ini menghemat banyak uang di dompet. Harga 1 pak rokok pabrikan bisa setara dengan 100 gram tembakau kualitas baik yang bisa jadi 50-70 linting (Saya tidak pernah menghitung :). Langkah strategis menghadapi situasi dimana harga rokok naik terus.
Selain itu ada keasyikan sendiri dalam meracik tembakau. Mungkin seperti yang hobby masak dengan aneka bahan. Tembakau terkait dengan lokasi, ini semacam link dengan budaya setempat. Terhubung erat dengan sensor penciuman, rangsangan otak, kerja tangan, dan kenikmatan lol.