Kenapa menyiksa diri naik gunung? Ada banyak tempat eksotik selain gunung yang tinggal klik semua sudah tersedia. Apalagi agen travel mulai dari yang bonafide sampai yang brengsek bertaburan dari pasar sampai Mall. Atau bisa juga ikut open-trip ke mana aja. Mau pilih fasilitas bintang 7 sampai bintang pusing 7 keliling juga ada.
Yach suka-suka ajalah hehehe. Tiap orang punya pilihan dan bebas mau ke mana. Mungkin yang pingin naik gunung ingin belajar menjadi Dewa (atau dewi) yang kekal sepanjang masa. Menjadi legenda yang menembus ruang dan waktu tanpa perlu biaya seabreg.
Bisa juga mereka ingin belajar menjadi sakti mandraguna dalam hal urusan logistik masakan. Mulai dari yang yang instan sampai yang alami. Kalau kepepet salah langkah (sambil menggigil ) hasil masakan setengah jadi juga dilahap. Lha mana ada dewa X atau Y yang pusing urusan makan?
Menurut legenda, dewa-dewi cantik biasanya tinggal di gunung. Mereka tidak tinggal di kota dengan Internet + WIFI 24 jam? Apalagi di gunung tidak ada signal kehidupan untuk WA ataupun Facebook. Mungkin dewa-dewi tidak chat satu sama lain 🙂
Terus mengapa para dewa perlu menyiksa bagi siapa saja yang mau mendekat ? Apa mungkin siksaan ini semacam cucian baju kotor yang diobok-obok supaya bersih hingga pantas dipakai saat kondangan ? Apa untuk menjadi sakti perlu perjuangan dan penderitaan semacam ini ? Apa tidak bisa tinggal transfer saja urusan selesai ?
Legenda para dewa adalah legenda. Gunung meskipun disucikan adalah muntahan isi perut bumi yang lambat laun menumpuk jadi gunung. Bisa juga karena gesekan lempeng bumi yang membuat satu sisi jadi gunung dan sisi lain jadi jurang.
Meski begitu, tetap gunung yang berusaha menjangkau surga. Yang lain gedung pencakar langit. Itulah sebabnya para dewa yang katanya dekat dengan Tuhan berada di tempat tinggi.
Sebenarnya manusia di dunia ini terus berusaha menjadi sakti. Jika dulu tidak bisa membaca, sekarang bisa baca novel. Jika dulu tidak bisa kali-bagi, sekarang deret Fourier ditelan mentah-mentah. Sekarang “say hello” bisa dari belahan benua manapun.Terus dewa macam apa yang tinggal di gunung ? Apa bisa dewa ini membuat kita menguasai senjata pemusnah masal ?
Mengapa pula Nabi Musa mesti naik gunung Sinai untuk menerima 10 titah ? Kenapa titah tersebut tidak diberikan di depan pasar misalnya? Atau tempat ibadah saat itu. Khan jadi repot jika mesti naik gunung.
Bro, omong-omong, ada yang paling sakti sekarang ini dari semua dewa. Ini jadi jujugan favorit ketimbang naik gunung hehehe. Mana lagi kalau tidak urusan uang. Jadi urusan uang mengalahkan urusan para dewa. Mungkin uang itu sendiri tidak berdosa, tapi cara mendapatnya kadang orang ogah pakai jalan kaki segala hingga bercucur keringat. Inginnya jika jalan ke sana mulus, terang, tanpa perlu merayap-rayap apalagi sampai jatuh kepleset.
Dewa gunung selalu jujur. Siksaan mulai dari awal melangkah. Jika suka jalani, jika tidak ya tinggal putar arah balik. Tapi ketika mencapai puncak, tetap tidak dapat duit hehehe. Tapi soal uang kadang suka mengelabui. Enak diawal sengsara diakhir. Maka hati-hati jika segala sesuatunya enak terus diawal, mungkin akhirnya sengsara yang didapat lebih berat dari mendaki.
Peace !
Catatan : Sumber gambar dari Saya, Amrin, & Fabi.
kalo naik lagi, ikut ya Pak Bos hehe…
Bolehh 🙂