Ini kejadian tahun 92+ masa akhir SMA atau awal kuliah (lupa tepatnya). Teman baik saya mengatakan ” kowe emang sudrun tenan kel” tahu bacaan saya ada gambar tangan mengepal background hitam. Yup itu judul buku karangan Cak Emha Ainun Najib.”Sudrun..sudrun..” katanya lagi sambil liat buku lain “Slilit sang Kiai” dan”Mati ketawa ala Gus Dur”.
Saya dikatakan “sudrun” tentu dengan nada guyon oleh temen saya yang juga “sudrun” sungguhan nurut saya hehehe. Sama-sama orang yang berusaha bertobat dari angkara murka (dari kebut-kebutan di jalan, perkelahian ,dan hawa panas neraka lainnya).
Tapi saya tahu tepatnya soal buku-buku di atas, saya dikatakan “sudrun” karena saya seorang nasrani. Sedangkan bacaan saya sudah melebar kemana-mana. Dari tulisan orang suci sampai yang di blacklist oleh gereja ratusan tahun (Nietzshe contohnya).
Setelah 25 tahun (kira-kira) ini pemikiran saya :
- Kebaikan (atau pemikiran yang baik) bersifat universal. Ini akan menembus batas apapun. Tentu ini berlaku bagi yang “open minded”. Seperti kata Dhamapada (saya tidak ingat tepatnya) “Harumnya bunga tidak dapat melawan arah angin, tapi kebaikan manusia menembus kemana saja”
- Pikiran terbuka adalah berat karena mesti meninggalkan zona nyaman. Tapi saya ingin mengatakan jika ingin berkembang zona nyaman mesti ditinggalkan. Tidak ingin mendengar atau menyimak pemikiran orang lain menyebabkan kita bagai katak dalam tempurung.
- Meski punya pemikiran yang berbeda, tapi kita adalah sama-sama sebagai manusia yang bersaudara. Pada akhirnya cepat atau lambat kita akan sama-sama kembali ke tanah (atau laut atau udara hehee).
- Kita tidak bisa menghargai jika kita tidak memahami. Kita tidak bisa memahami jika kita tidak menyimak perbedaan. Hal ini bisa terjadi jika ada dialog bukan perdebatan buat menang-menangan.
- Hidup di dunia seperti ziarah. Atau mendaki gunung hehehe. Pendaki yang baik akan sama-sama saling membantu untuk bisa mencapai puncak. Ditanjakan berbahaya, tangan bertemu tangan untuk membantu, cahaya senter saling menerangi jalan ditepian jurang. Tidak usah diperdebatkan kalau tujuan si A cuma mau selfie, si B mejeng di puncak, si C ingin bersih-bersih sampah dan membawanya turun. Terus apa saya perlu tanya kamu suku apa bro? Untuk mengarahkan sorot senter saya ?
Kiai “sudrun” terus menggugat untuk terus berpikir jernih, berpikir kritis, dan saya yakin untuk membawa kebaikan bagi sesama umat manusia.
Peace!