Kalau dapat kesempatan ngopi bareng sama Tsamara atau Ratna , saya pilih yang pertama bro lol. Ini hanya angan saja yach. Meski dalam angan pun ada pilihan antara dia atau ia. Gak masalah benar atau salah. Apalagi ini soal rasa yang tanpa data hehhehe.
Mengapa Tsamara? Semua kembali ke rasa yang katanya gak bakalan menipu. Kadang rasa itu gak bisa diolah kata. Kalau dipaksa juga keluarnya yang normatif seperti kata cantik, muda, pandai, energik, dan idealis. Terus juga rasa gak sebanding lurus dengan logika. Semua kembali ke cita-rasa lokal hehehe.
Mencampur jadi satu rasa itu berharap jadi nano-nano yang nikmat. Tapi entah kenapa kok jauh dari Neno, apalagi Ratna yang hanya terasa pahit saja kopi ini.
Ngopi itu perlu suasana hati bro. Ada perjuangan hebat buat diwujudkan. Ngopi bareng Ratna jadi kuatir kalau rasa benci ini jadi tumbuh. Benci akan realitas hidup saat ini. Benci akan kondisi yang dianggap stagnan dan perlu perubahan. Benci para sepuh usia 70 thn keatas yang semestinya perlu disayang. Semua mesti dirubah atau diganti. Ahh Jangan ada kebencian buat melangkah. Itu akan buat hati jadi sakit seiring waktu.
Ngopi sama Tsamara lain cerita hehehe. Bisa-bisa salting sekalian salfok hahaha. Lebih kuatir lagi jika cinta ini tumbuh. Cinta akan realitas hidup saat ini. Cinta akan perubahan. Mungkin beda sama Ratna, Tsamara pingin sesuatu yang lebih baik dan lari cepat dengan cita-cita jadi Gubernur.
Tapi ya begitulah, maafkan aku ya Ratna. Tidak apa kok, logika dan rasa bisa salah tingkah saat kepleset jatuh hati. Apalagi dengan seseorang wanita bernama Tsamara hehehe.
Peace!