Pagi hari sambil nyruput kopi 🙂
Eksperimen hybrid SDR ini menarik karena memberi wawasan dan kontradiksi dari perangkat Super Heterodyne Vs SDR (Software Defined Radio). Kombinasi keduanya bisa jadi memikat?

Kontradiksi, karena tujuan yang ingin dicapai sama, tapi cara melakukannya beda. Yach hardware Vs Software. Batasan jadi kabur lagi karena software butuh hardware untuk jalan sesuai idenya lol. SDR butuh pemrosesan DSP.
CPU yang notabene hardware menjalankan software DSP. Sedang perangkat Superheterodyne melakukan pemrosesan signal secara analog. Sama-sama filter yang satu pakai xtal, yang lain pakai software.

Batasan mana yang dilakukan oleh hardware dan mana yang dilakukan oleh software adalah pilihan.
Perangkat hardware ibarat gunung yang kokoh berdiri tidak pindah tempat. Hanya 1,2 pesulap yang bisa melakukan. Sedang SDR ibarat air yang fleksibel mengalirnya.
Apa beda sebuah filter hardware dengan filter software? Filter hardware jauh lebih cepat responnya dibanding filter software. Yach bisa sampai 100x lipat (asal klaim? Wkwkwk). Ohh yaa? Simulasi apapun akan lebih lambat. Apalagi digunakan perangkat komputasi umum CPU komputer standar.
Untuk mengimbangi, digunakan CPU khusus DSP (Digital Signal Procesing). Juga chip FPGA misalnya. Signal analog (Time vs Amplitudo) akan disampling jadi digital dan agar bisa dimanipulasi di ubah ke dunia Frekuensi vs Amplitudo.
Tapi membuat 5 macam filter dengan bandwidth berbeda secara hardware makan waktu dan biaya dibanding melakukannya ala DSP atau software. Lewat FFT (Fast Fourier Transform) filter ukuran A sampai Z ya tinggal ketik aja di software. Mau ukuran bandwidth 2,4KHz? Atau 2,7KHz? Atau 400Hz? Atau 15KHz? Atau 6KHz?

Perubahan modulasi/demodulasi signal juga jauh lebih fleksibel dilakukan ala SDR. Selama signal I & Q tersedia, segala macam menu bisa diolah. Semestinya SDR jauh lebih murah. Tapi perangkat hardware front end DSP nya ini kalau premium jadi mahal.
Bagaimana kalau ADC pakai soundcard? Berapa lebar waterfall yang bisa tampil?
Dengan kecepatan sampling ADC soundcard 44kbps ya hanya selebar itu lebar panggungnya. Signal SSB 7000KHz dan 7090KHz tidak bisa tampil dipanggung waterfall bersama. Jika untuk modulasi WFM dengan bandwidth 20KHz, waterfall hanya menampilkan 2 stasiun pemancar FM sekali manggung berdempetan.
Yach perlu soundcard 192kbps agar panggung drama lebih lebar. Tapi, bandingkan dengan 20msps, atau 50msps untuk perangkat ADC khusus. Dengan bandwidth 20msps, maka stasiun pemancar FM dengan frekuensi dari 98MHz sampai 108MHz bisa manggung bersama.

Untuk perangkat heterodyne perlu akurasi dan batasan yang ketat. Semua dilakukan oleh filter hardware. Sedang SDR berharap selebar mungkin untuk batasan bandwidth . Urusan filter nantinya dilakukan oleh software.
Kalau digunakan roofing filter 15KHz, maka perangkat SDR tidak akan bisa mengolah signal WFM yang punya bandwidth 200KHz misalnya. Hanya signal NFM untuk komunikasi suara saja yang sekitar 15KHz.
Prakteknya, Anda memilih frekuensi dengan memutar encoder agar DDS mengeluarkan frkuensi yang sesuai. Misal target frekuensi 7060KHz. Maka output dari xtal filter 10,7MHz akan bersifat statis alias frekuensi berapapun target Anda akan ditranslasikan ke 10,7MHz.
Asal nulis …. Terus? Maaf kopinya hampir abis lol